Pada kesempatan kali ini daya akan menjelaskan mengenai Ubiquitous Computing, perbedaan Ubiquitous Computing dengan Cloud Computing, Mobile Computing, dan Grid Computing, Aspek-aspek yang mendukung Ubiquitous Computing, dan apakah di Indonesia sudah mendukung adanya Ubiquitous Computing.
Ubiquitous Computing
Definisi dari Ubiquitous Computing adalah penggunaan
komputer yang tersebar di mana user berada. Sejumlah komputer disatukan dalam
suatu lingkungan dan tersedia bagi setiap orang yang berada di lokasi tersebut.
Setiap komputer dapat melakukan pekerjaan yang dipersiapkan untuk tidak banyak
melibatkan intervensi manusia atau bahkan tanpa harus mendeteksi di mana
pemakai berada.
Perbedaan Mobile,
Grid, Cloud, dan Ubiquitous computing :
- Mobile computing
menggunakan teknologi mobile untuk menjalankannya seperti handphone, carputer
dan ultra mobile PC, sedangkan grid dan cloud computing menggunakan PC pada
umumnya untuk menjalankannya.
- Biaya untuk pengadaan
energi bagi mobile computing cenderung lebih mahal dibanding grid dan cloud
computing apabila tidak ada sumber daya listrik karena membutuhkan sumber daya
pengganti yaitu baterei.
- Mobile computing
tidak terlalu membutuhkan tempat yang besar untuk mengoperasikannya dibanding
grid dan cloud computing karena cenderung portable dan mudah dibawa kemana
saja.
- Pada mobile
computing, proses komputasi cenderung dilakukan sendiri oleh user. Pada grid
computing, proses komputasi dilakukan terpusat maupun tidak terpusat dimana
consumer membutuhkan discovery server. Pada cloud computing, proses komputasi
membutuhkan ASP dan internet sebagai media penghubung.
- Ubiquitous Computing
secara terminologi berarti “komputasi dimanamana”, yang berarti kita dapat
melakukan komputasi dimana saja dan kapan saja, tanpa perlu berada di depan
perangkat komputer (off the desktop).
Aspek-aspek yang Mendukung Pengembangan Ubiquitous
Computing :
1. Natural Interfaces
Sebelum adanya konsep ubicomp sendiri, selama bertahun-tahun kita telah
menjadi saksi dari berbagai riset tentang natural interfaces, yaitu penggunaan
aspek-aspek alami sebagai cara untuk memanipulasi data, contohnya teknologi
semacam voice recognizer ataupun pen computing. Saat ini implementasi dari
berbagai riset tentang input alamiah beserta alat-alatnya tersebut yang menjadi
aspek terpenting dari pengembangan ubicomp.
Kesulitan utama dalam pengembangan natural interfaces adalah tingginya
tingkat kesalahan (error prone). Dalam natural interfaces, input mempunyai area
bentuk yang lebih luas, sebagai contoh pengucapan vokal “O” oleh seseorang bisa
sangat berbeda dengan orang lain meski dengan maksud pengucapan yang sama yaitu
huruf “O”. Penulisan huruf “A” dengan pen computing bisa menghasilkan ribuan
kemungkinan gaya penulisan yang dapat menyebabkan komputer tidak dapat
mengenali input tersebut sebagai huruf “A”. Berbagai riset dan teknologi baru
dalam Kecerdasan Buatan sangat membantu dalam menemukan terobosan guna menekan
tingkat kesalahan (error) di atas. Algoritma Genetik, Jaringan Saraf Tiruan,
dan Fuzzy Logic menjadi loncatan teknologi yang membuat natural interfaces
semakin “pintar” dalam mengenali bentuk-bentuk input alamiah.
2. Wireless Computing
Komputasi nirkabel mengacu pada penggunaan teknologi nirkabel untuk
menghubungkan komputer ke jaringan. Komputasi nirkabel sangat menarik karena
memungkinkan pekerja terlepas dari kabel jaringan dan mengakses jaringan dan
layanan komunikasi dari mana saja dalam jangkauan jaringan nirkabel. Komputasi
nirkabel telah menarik minat pasar yang sangat besar, seperti saat ini
banyaknya permintaan konsumen untuk jaringan rumah secara nirkabel.
3. Context Aware Computing
Context aware computing adalah salah satu cabang dari ilmu komputer yang
memandang suatu proses komputasi tidak hanya menitikberatkan perhatian pada
satu buah obyek yang menjadi fokus utama dari proses tersebut tetapi juga pada
aspek di sekitar obyek tersebut. Sebagai contoh apabila komputasi konvensional
dirancang untuk mengidentifikasi siapa orang yang sedang berdiri di suatu titik
koordinat tertentu maka komputer akan memandang orang tersebut sebagai sebuah
obyek tunggal dengan berbagai atributnya, misalnya nomor pegawai, tinggi badan,
berat badan, warna mata, dan sebagainya.
Di lain pihak Context Aware Computing tidak hanya mengarahkan fokusnya pada
obyek manusia tersebut, tetapi juga pada apa yang sedang ia lakukan, di mana
dia berada, jam berapa dia tiba di posisi tersebut, dan apa yang menjadi sebab
dia berada di tempat tersebut. Dalam contoh sederhana di atas tampak bahwa
dalam menjalankan instruksi tersebut, komputasi konvensional hanya berfokus
pada aspek “who”, di sisi lain Context Aware Computing tidak hanya berfokus
pada “who” tetapi juga “when”, “what”, “where”, dan “why”.
Context Aware Computing memberikan kontribusi signifikan bagi ubicomp
karena dengan semakin tingginya kemampuan suatu device merepresentasikan
context tersebut maka semakin banyak input yang dapat diproses berimplikasi
pada semakin banyak data dapat diolah menjadi informasi yang dapat diberikan
oleh device tersebut.
4. Micro-nano technology
Perkembangan teknologi mikro dan nano, yang menyebabkan ukuran microchip
semakin mengecil, saat ini menjadi sebuah faktor penggerak utama bagi
pengembangan ubicomp device. Semakin kecil sebuah device akan menyebabkan
semakin kecil pula fokus pemakai pada alat tersebut, sesuai dengan konsep off
the desktop dari ubicomp. Teknologi yang memanfaatkan berbagai microchip dalam
ukuran luar biasa kecil semacam T-Engine ataupun Radio Frequency Identification
(RFID) diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk smart card atau
tag. Contohnya seseorang yang mempunyai karcis bis berlangganan dalam bentuk
kartu cukup melewatkan kartunya tersebut di atas sensor saat masuk dan keluar
dari bis setelah itu saldonya akan langsung didebet sesuai jarak yang dia
tempuh.
Apakah di indonesia sudah mendukung Ubiquitous Computing?
Berdasarkan
fakta-fakta yang digambarkan di atas, muncul suatu pemikiran bahwa trend
teknologi informasi di Indonesia akan mengarah ke ubiquitous computing yang
merupakan konsep dasar dari teknologi Ambient Intelligence.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan akan potensi penggunaan teknologi AmI
di Indonesia ini adalah sebagai berikut :
- Semakin berkembangnya teknologi jaringan khususnya
jaringan nirkabel yang memungkinkan transfer data dapat dilakukan dengan lebih
cepat dengan biaya yang relatif lebih kecil.
- Tingkat kemampuan masyarakat dalam menggunakan atau
membeli komputer dengan kemampuan tinggi. Walaupun masih terbatas untuk
kalangan tertentu, seperti pelajar, mahasiswa, profesional, pelaku bisnis dan
sebagainya, namun pemakaiannya sudah semakin menyebar sehingga orang awam pun
sudah terbiasa dengan lingkungan di mana komputer merupakan alat bantu dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari.
- Cepatnya perkembangan dan penyebaran teknologi
komunikasi di kalangan masyarakat luas memenuhi kebutuhan ubiquitous
communication yang merupakan salah satu pilar teknologi Ambient
Intelligence.
- Kebutuhan sumber daya manusia di bidang teknologi
informasi yang sudah semakin banyak tersedia. Ketersediaan sumber daya manusia
ini didukung oleh semakin berkembangnya sekolah-sekolah tinggi dan
universitas-universitas yang khusus mendalami bidang ilmu komputer dan
teknologi informasi.
- Situasi lingkungan yang menuntut tersedianya fasilitas
pelayanan yang lebih efisien dan cepat. Jumlah populasi penduduk yang terus
meningkat akan menimbulkan masalah kualitas pelayanan dari berbagai instansi
yang melayani masyarakat luas. Masalah-masalah tersebut antara lain : antrian
yang disebabkan banyaknya orang yang memerlukan layanan yang sama pada saat
yang sama, kepadatan lalu-lintas yang juga disebabkan oleh makin banyaknya
orang memerlukan layanan. Bukan hanya pelayanan transportasi, tapi juga
pelayanan-pelayanan lain yang memerlukan transportasi karena mereka harus
datang ke lokasi.
Sumber :